OPINI, Suara Jelata—Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa Wabah Covid 19 telah menjadi pandemi. Hal ini berarti wabah ini telah terjadi secara global. Pandemi covid 19 sampai saat ini masih menjadi masalah utama yang membuahkan dampak yang besar terhadap perekonomian di dunia. Salah satunya pada sektor pajak.
Seberapa lama pandemi ini berlangsung dan seberapa dalam dampaknya bagi aktivitas sosial-ekonomi akan menentukan masa depan sektor perpajakan di Indonesia. Meski demikian, pemerintah tetap melakukan fungsinya agar perekonomian negara tetap berjalan. Pemerintah pun berusaha memberikan bantuan kepada beberapa sektor yang terdampak pandemi.
Nah salah satu bantuan tersebut ialah insentif pajak. Dengan ini, pemerintah berharap agar semua sektor dapat memulihkan kondisi semua sektor terutama perekonomian. Akan tetapi, meilhat kondisi yang kini sedang berlangsung, insentif pajak tersebut dinilai kurang efektif. Lalu, mengapa dikatakan bahwa hal tersebut tidak efektif ?
Sebelumnya dapat kita ketahui bahwa insentif fiskal yang sudah diberikan kepada Wajib Pajak dari pemerintah, diantaranya : pembebasan tas pemberian fasilitas terhadap barang dan jasa dalam rangka penanganan pandemi, pembebasan dari pungutan atau potong pajak penghasilan seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 impor, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25,
Juga kemudahan untuk mendapatkan barang impor terkait terkeperluan COVID-19 demi memenuhi kebutuhan barang dalam negeri, pembebasan bea cukai, tidak dipungut PPN dan PPnBM, pembebasan dari pungutan PPh Pasal 22 impor barang untuk keperluan penanganan pandemi, baik untuk komersil atau non-komersil
Namun masih saja ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini dinilai kurang efektif, yaitu : Pertama, masalah transparansi atas pemberian insentif perpajakan yang diberikan oleh Pemerintah. Dapat diketahui bahwa pemberian intensif pajak masih ada yang tidak teradministrasi dengan baik.
Padahal dengan adanya Laporan Belanja Perpajakan, paling tidak ini menjadi langkah awal laporan, sehingga Pemerintah dan masyarakat mempunyai suatu dokumen yang mampu mengidentifikasi dan melaporkan insentif perpajakan yang diberikan baik terhadap subjek pajak maupun suatu sektor industri.
Sehingga diharapkan insentif-insentif yang diberikan menjadi lebih terkoordinir, efisien dan efektif. Laporan tersebut juga digunakan untuk mengukur keefisienan insentif pajak yang diberikan oleh Pemerintah, apakah ada suatu sektor atau industri yang mendapat insentif secara bersamaan (berganda).
Hal ini sangat mungkin terjadi karena banyak nya insentif yang diberikan oleh Pemerintah. Contohnya, adanya tax holiday yang diberikan kepada industri pioneer tetapi ada juga tax holiday yang diberikan berdasarkan wilayah. Oleh karena itu, laporan ini sangat dibutuhkan agar Pemerintah dapat memberikan pandangan secara komprehensif atas kebijakan insentif .
Kedua, evaluasi atas pemberian insentif, karena dengan adanya transparansi dan akuntabilitas, diharapkan insentif-insentif yang diberikan tersebut dapat lebih diawasi dan dievaluasi. Efek lanjutannya adalah kebijakan pemberian insentif perpajakan dapat menjadi lebih tepat sasaran sehingga mampu memberikan efek pengganda bagi perekonomian.
Namun sekarang masih ada beberapa pelaku usaha yang belum mampu untuk memanfaatkan intensif tersebut. Dari beberapa hal tersebut, sangat disayangkan bahwa keringanan pajak yang diberikan tersebut masih kurang efektif. Sebab beberapa wajib pajak masih belum bisa menggunakan insentif pajak tersebut dengan baik perihal roda perekonomian yang terhambat.
Serta banyaknya aksi ekonomi di tengah perekonomian yang tertekan membuat keringanan pajak tidak maksimal. Bahkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kecaribu menyatakan bahwa rasio pajak Indonesia tahun 2020 berada di posisi 8 persen ke bawah.
Ini berarti bahwa rasio ini menurun, sehingga mengakibatkan dunia usaha berada di bawah tekanan yang cukup berat. Roda ekonomi pun akan sulit untuk berputar dengan kondisi yang sangat tertekan ini. Walaupun demikian, bukan berarti insentif pajak yang sudah di jalankan ini gagal, namun kurang efektif.
Dan perlu diketahui bahwa persoalan yang sangat penting dan mendasar yang harus dituntaskan adalah masalah rasio pajak. Karena ketika rasio pajak menurun, maka menyebabkan sulitnya pemulihan ekonomi walau insentif telah diberikan. Oleh karena itu pemerintah harus memperhatikan segala aspek untk keberlangsungan insentif yang diberikan.
Penulis: Mardiana M / Ekonomi syariah IAIM SINJAI