DAERAH

SMSI dan PWI Brebes Tegaskan Pentingnya Wartawan Berkarya, Bukan Hanya Bermodal Kartu Pers

×

SMSI dan PWI Brebes Tegaskan Pentingnya Wartawan Berkarya, Bukan Hanya Bermodal Kartu Pers

Sebarkan artikel ini
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Brebes, Dedy Agustian. (foto : Olam).

BREBES JATENG, Suara Jelata Di tengah gegap gempita peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, suara para wartawan di Kabupaten Brebes bergema dengan satu pesan penting; kemerdekaan pers adalah kemerdekaan rakyat.

Bukan sekadar hak untuk berbicara, tetapi kewajiban untuk menghadirkan karya jurnalistik yang bertanggung jawab.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Brebes, Eko Saputro, menegaskan bahwa kemerdekaan sejati tidak cukup dirayakan dengan simbol dan seremoni.

Ia harus dijaga melalui kerja-kerja sunyi yang penuh tanggung jawab, salah satunya melalui media yang menghasilkan karya jurnalistik yang jujur, akurat, dan berpihak pada kepentingan publik.

“Media harus menjadi penjaga nilai kemerdekaan, bukan sekadar penyampai informasi. Kemerdekaan pers adalah ruang hidup bagi suara rakyat. Jika ruang itu tercemar oleh kepentingan pribadi atau praktik tidak etis, maka demokrasi ikut terancam,” ujarnya.

Namun di balik semangat perayaan, para wartawan Brebes juga menyuarakan kekhawatiran atas maraknya oknum yang mengaku sebagai wartawan, namun tidak menjalankan fungsi jurnalistik.

Mereka hadir di ruang publik dengan atribut pers, namun tanpa tanggung jawab. Sekadar datang, meminta suguhan, memotret seadanya, lalu pergi tanpa jejak karya.

Fenomena ini bukan sekadar soal etika, melainkan soal kepercayaan publik yang dipertaruhkan.

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Brebes, Dedy Agustian, yang akrab disapa Gusti menegaskan, bahwa profesi wartawan merupakan panggilan untuk kepentingan publik, bukan sarana untuk mencari keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan identitas pers untuk memeras, menakut-nakuti, atau mencemarkan nama baik profesi.

“Tanyakan karya jurnalistiknya. Jangan hanya percaya pada KTA (kartu pers) saja. Wartawan bukan profesi yang cukup diakui lewat kartu. Ia harus dibuktikan lewat kerja, lewat tulisan, lewat karya jurnalistik,” tegasnya.

Gusti menambahkan, tugas wartawan jauh melampaui rutinitas mengutip pernyataan atau mengadu omongan antar narasumber.

Di tengah derasnya arus informasi dan kaburnya batas antara fakta dan opini, wartawan dituntut untuk turun langsung ke lapangan, melakukan klarifikasi, verifikasi, dan menyajikan informasi yang akurat dan berimbang.

“Di era banjir informasi media sosial, wartawan yang malas klarifikasi dan verifikasi justru berisiko menjadi alat penyebar kebingungan,” ujar Gusti.

Ia juga menegaskan bahwa kemerdekaan pers bukanlah hadiah dari reformasi, melainkan fondasi utama demokrasi yang harus terus diperjuangkan.

“Tanpa media yang bertanggung jawab, suara rakyat bisa membingungkan. Kemerdekaan pers bukan bonus, tapi fondasi demokrasi,” imbuhnya.

Peringatan kemerdekaan tahun ini, menurutnya, menjadi pengingat bahwa tugas wartawan bukan hanya menyampaikan apa yang dikatakan, tetapi juga mencari tahu apa yang tidak dikatakan.

“Bukan hanya mengutip, tetapi menguji. Bukan hanya hadir, tetapi hadir dengan tanggung jawab,” pungkasnya. (Olam).

 

Penulis: Olam MahesaEditor: Olam Mahesa