OPINI, Suara Jelata— Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan.
Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang dimiliki seorang mahasiswa begitu besar.
Dimana pengertian mahasiswa itu adalah seorang agen pembawa perubahan yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan, katanya.
Mahasiswa itu generasi intelektual yang masih idealis, sehingga diharapkan saat mereka dapat membawa angin segar untuk memperbaiki yang bobrok, iya itu dulu.
Akan tetapi sekarang mahasiswa sudah mulai mengalami pergeseran dan mereka lupa tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang mahasiswa, saat ini tak terihat sedikitpun kegelisahan para mahasiswa di negeri ini, ia merasa tenang dengan keadaannya (zona nyaman).
Sehingga banyak yang bertanya, apa bedanya mahasiswa dengan kami yang tidak menempuh bangku perkuliahan, ataukah hanya di status kami? Yang tidak dapat memakai seragam dan tidak dapat melanjutkan pendidikan?
Lebih baik tak menjadi mahasiswa, daripada diam dan asik dengan diri sendiri!
Mahasiswa sebagai penerus perjuangan para penerus bangsa, yang haus akan penegetahuan, mengkritik setiap kebijakan pemerintah dengan saran-saran yang baik untuk negeri ini. Karena negeri ini butuh pengubah suatu tatanan yang baik.
Akhir-akhir ini, fenomena yang terjadi di Kabupaten Sinjai, terkait 4 Mahasiswa yang ingin mempertahankan Idealismenya mereka dengan menanyakan suatu transparansi anggaran di fakultasnya.
Akan tetapi mereka lagi-lagi di bungkam dengan diberikannya surat keputusan Skorsing dan Drop Out.
Ketika hal ini yang menjadi bahan tontonan terhadap Mahasiswa yang apatis, maka yakin dan percaya mahasiswa tidak bangkit lagi.
Mengutip buku “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa” ditulis oleh Eko Prasetyo, yang menjelaskan status mahasiswa di zaman sekarang, juga tentang problematika peraturan kampus yang tak berguna.
Eko Prasetyo selalu menanyakan posisi mahasiswa, status gerakan mahasiswa.
Apa lagi kampus hari ini yang fungsinya sebagai lahan pendidikan atau pengetahuan, itu sudah tercoreng lagi namanya ketika mahasiswa yang ingin mengkritik suatu kebijakan (Mempertanyakan transparansi anggaran) itu di bungkam, berarti kampus hari ini itu sudah menutup ruang demokrasi.
Berarti kampus bukan lagi sebagai lahan pendidikan, melainkan ladang memanen uang di setiap tahunnya dengan jumlah ribuan mahasiswa.
Penulis: Irza Firajullah Zatriandika, Mahasiswa Sinjai