Opini

Kritik Terhadap Minat Literasi Pemuda Desa di Era Globalisasi

×

Kritik Terhadap Minat Literasi Pemuda Desa di Era Globalisasi

Sebarkan artikel ini

OPINI, Suara Jelata— Literasi yang sering diartikan luas sebagai orang yang belajar atau sering disempit artikan sebagai orang yang menyukai dunia menulis, kecakapan berbicara ini menjadi tren di kalangan masyarakaat saat ini, mengapa tidak, di era globalisasi ini dimana teknologi semakin berkembang membuat akses mendapatkan reverensi semakin banyak.

Jauh sebelum ini pun, literasi banyak digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau sebagai bentuk perlawanan, di Indonesia saja literasi atau minat menulis sudah ada sejak zaman dulu, contohnya saja Raden Ajeng Kartini melalui tulisan-tulisannya.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Salah satunya itu adalah “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang merupakan bentuk perlawanan perempuan menuntut haknya pada wilayah politik, pendidikan dan sebagainya.

Ada juga salah satu perempuan Mesir bernama, Nawal El-Saadawi, perempuan yang sudah banyak mengeluarkan buku sebagai bentuk perlawanannya pada dunia seksualitas.

Ini membuktikan bahwa, literasi bisa diakses dari kalangan manapun sebagai bentuk pengekspresian perasaan.

Hanya saja di samping keuntungan globalisasi yang menyediakan banyak akses referensi, ini juga membuat banyak kalangan yang bahkan tidak mempunyai minat literasi, dengan suguhan-suguhan alat teknoloogi yang membuat lupa untuk mengabadikan diri melalui literasi.

Literasi saat ini mendapat banyak perhatian dari banyak kalangan pemuda dan mahasiwa, contohnya saja pemuda dan mahasiswa yang ada di wilayah kecamatan Tombolo Pao, kabupaten Gowa.

Seiring kesadaran pemuda akan pentingnya berorganisasi, di dalamnya itu juga ditanamkan minat literasi meskipun tidak begitu banyak tetapi ada yang menyukai dunia literasi.