Opini

Potensi, Tantangan, dan Strategi Pengembangan Industri Halal Food

×

Potensi, Tantangan, dan Strategi Pengembangan Industri Halal Food

Sebarkan artikel ini

Penulis: Ahmad Ali Khujazi, Mahasiswa Ekonomi Syariah IPB

OPINI, Industri halal di Indonesia telah memasuki masa perkembangan yang cukup pesat saat ini.

Scroll untuk lanjut membaca















Hal ini didukung oleh populasi muslim Indonesia yang berada pada peringkat tertinggi di dunia. Jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 87 persen atau 209.

12 juta dari total populasi penduduk Indonesia pada tahun 2010 menurut Globalreligiusfuture. Halal adalah sesuatu yang dibolehkan untuk digunakan atau dikerjakan.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah (2): 168).

Ayat ini memberi penjelasan kepada manusia bahwa kita harus mengonsumsi makanan yang halal lagi baik.

Biasanya kehalalan suatu produk menjadi suatu indikator jaminan kualitas produk di nilai baik atau tidak. Indonesia memiliki peluang dan potensi yang sangat besar untuk mengembangkan industri halal, tak terkecuali di bidang industri halal food (makanan halal).

Tidak dipungkiri lagi bahwasannya makanan adalah komoditi yang setiap hari di konsumsi manusia dalam jumlah besar setiap harinya.

Menurut laporan survey State of The Global Islamic Economy tahun 2016/17 menunjukkan bahwa makanan halal menempati peringkat teratas dalam hal kontribusi pendapatan dari industri halal yaitu senilai $1.17 triliun.

Sehingga makanan halal menjadi fokus utama para pelaku usaha dalam mengembangkan bisnisnya di berbagai negara.

Indonesia menempati peringkat pertama dalam hal konsumen makanan halal, namun tidak diiringi oleh produsen makanan halal yang masih berkutat di peringkat 10 dunia.

Bahkan Indonesia masih kalah dengan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya dalam hal memproduksi makanan halal.

Timbul pertanyaan mengapa Indonesia belum bisa memanfaatkan potensi pasar makanan halal dalam hal produksi, padahal negara Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

Salah satu penyebab masih tertinggalnya produksi adalah masih banyak pelaku usaha dan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang tidak melakukan sertifikasi halal terhadap produk makanan yang dihasilkan.

Banyak diantara mereka menganggap bahwa sertifikasi halal tidak penting, padahal sertifikasi halal ini akan mendorong ketertarikan negara lain untuk mengonsumsi produk atau makanan halal di Indonesia yang akan membuat perekonomian Indonesia lebih baik.

Selain itu juga dari sisi makroekonomi akan menambah pendapatan negara dari hasil ekspor makanan halal ke negara lain.

Pemerintah sebenarnya sudah berusaha keras menggencarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal sebagai payung hukum agar para pelaku usaha melakukan sertifikasi pada produknya.

Pemerintah juga tegas terhadap pelaku usaha yang tidak melakukan sertifikasi halal dengan memberi sanksi berupa denda.

Namun usaha pemerintah bisa dibilang nihil karena masih banyak sekali UMKM yang masih tidak melakukan sertifikasi halal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sekitar 57 juta UMKM yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia namun hanya sedikit yang sudah tersertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Selain masalah kesadaran masyarakatnya, hal lain yang membuat pelaku usaha enggan melakukan sertifikasi halal adalah masalah biaya yang cukup mahal yaitu sekitar 4,5 juta – 5 juta rupiah untuk menerbitkan sertifikasi halal.

Proses sertifikasi yang cukup lama dan rumitnya birokrasi juga menjadi penghalang bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal.

Hal ini memaksa pemerintah harus lebih gencar lagi mensosialisasikan pentingnya sertifikasi halal kepada masyarakat dan harus memutar otak agar masyarakat pelaku usaha mau melakukan sertifikasi halal terhadap produknya.

Indonesia mempunyai beberapa tantangan dalam menghadapi persaingan di bidang makanan halal.

Pada tahun 2015, Indonesia mulai memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan diiringi oleh bergabungnya negara Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai anggota Halal hub.

Halal hub sendiri adalah kegiatan kerjasama antar negara yang mempunyai kepentingan dalam pemasaran dan pengembangan produk halal dan menjadi perantara produk halal global.

Hal ini tentunya akan berakibat pada penambahan jalur ekspansi pasar Indonesia ke dunia internasional. Selain itu, kurangnya kesadaran produsen makanan di Indonesia akan pentingnya kehalalan suatu produk menjadi tantangan yang harus di hadapi sekarang ini.

Jika Indonesia masih berdiam diri menghadapi semua ini, bukan tidak mungkin peringkat Indonesia sebagai salah satu negara produsen makanan halal akan merosot karena banyaknya persaingan dengan negara lain bahkan negara non-muslim sekalipun.

Strategi yang perlu dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan industri makanan halal diantaranya adalah : 1) Seritfikasi halal. Hal ini perlu didukung oleh para pemangku kebijakan dan perlunya kesadaran pelaku usaha agar sama-sama bersinergi agar produsen makanan halal memperoleh sertifikasi halal.

2) Daya saing, dapat dilakukan pemetaan sektor-sektor yang bisa dikembangkan untuk memproduksi makanan halal misalnya dalam sektor pertanian bisa dikembangkan makanan halal dari hasil pertanian, dan sebagainya.

3) Promosi, bisa dilakukan dengan memperkenalkan produk makanan halal kepada publik melalui media yang terserdia agar publik menyadari bahwa makanan halal bersifat universal, tidak hanya dikonsumsi oleh orang muslim tetapi juga untuk non-muslim.

4) Koordinasi dan sinergitas antara Bank Indonesia (BI), Pemerintah, dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai basis untuk pengembangan makanan halal, bisa dalam bentuk pembiayaan maupun investasi.

5) Kerjasama antara stakeholder atau para pemangku kepentingan industri makanan halal nasional dengan industri halal dunia guna mengembangkan dan membangun industri halal global agar lebih pesat sehingga peluang industri halal terutama dibidang makanan semakin besar.

Jika Indonesia bisa melakukan strategi ini, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi negara dengan produsen makanan halal terbesar di dunia.

Isi dalam tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis