Kisah

Kenapa Sinjai diambil menjadi nama Kabupaten ?

×

Kenapa Sinjai diambil menjadi nama Kabupaten ?

Sebarkan artikel ini

Penulis : Andi Sudhas

Suara Jelata—Sinjai adalah nama salah satu Kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan jarak tempuh kurang lebih 220 KM dari Kota Makassar, luas wilayah 819,96 KM Persegi dengan jumlah penduduk kurang lebih 236.497 Jiwa.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Dalam sejarah, Sinjai itu dulunya adalah anak dari Wilayah Kerajaan Bulo – Bulo, wilayahnya cukup luas meliputi; Biringngere, Paccinongang, sampai wilayah Sandjai yang ada di Kecamatan Sinjai Timur hari ini.

Sinjai itu adalah salah satu kampung tua. Ketika Belanda melakukan pemetaan pada Tahun 1693, namanya sudah dimasukkan dalam Peta.

Namun, Pada tanggal 15 November 1861 ketika Belanda sudah menguasai wilayah Sinjai, mereka menata sebuah struktur pemerintahan yang diberi nama de afdeeling Sandjai.

Disebut afdeeling Sindjai sebab mereka mengambil pusat pemerintahan di wilayah Sindjai. Adapun de afdeeling Sindjai membawahi beberapa wilayah Distrik seperti; Bulo-Bulo, Tondong, Lamatti, Baringeng rilau/riaja, Lembang, Kajang, Oud Bulukumba, Djojolo, Manimpahoi, Turungang & Manipi, beserta distrik untuk wilayah Pulau Sembilan. Jadi ketika itu lingkup De Afdeeling Sindjai menyerap juga wilayah Bulukumba.

Namun, pada tahun 1947, Pemerintahan Hindia Belanda mengubah struktur pemetaan wilayah sebagaimana Surat Keputusan tertanggal 16 Januari 1947.

Dimana De Afdeeling dipusatkan di Bantaeng, dan membawahi onder afdeeling Bantaeng, Bulukumba, Sindjai dan Selayar.

Untuk Sinjai sendiri membawahi Adatgemenstchaap seperti, Lamatti, Tondong, Bulo – Bulo Timur, Bulo – Bulo Barat, Manipi dan Manimpahoi.

Nantilah pada tanggal 29 Oktober 1959, Sinjai lepas dari Bantaeng setelah keluarnya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 yang menyatakan secara resmi bahwa Sinjai sudah berdiri sendiri sebagai Kabupaten.

Lahirnya Sinjai menjadi nama Kabupaten tidaklah serta merta, walaupun namanya berangkat dari wilayah yang kecil tetapi perjalanannya mencatat history yang sangat panjang.

Beberapa hal yang ingin penulis kritik secara konstruktif adalah Hari Jadi Sinjai, bagi saya adalah absurd jika hari ini Sinjai disebut berusia 457 Tahun. Sebab peristiwa dalam naskah lontarak 457 tahun lalu yang kemudian diambil patokan sebagai Hari Jadi Sinjai itu adalah Perjanjian Topekkong yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hari Jadi Sinjai.

Walaupun Sinjai itu adalah wilayah yang sudah cukup berumur. Tetapi tidak ada manuskrip atau literatur yang menuliskan secara terukur kapan Sinjai itu mulai dicetuskan menjadi nama kampung.

Akan lebih bijak dan tentunya memiliki landasan, jika Hari Jadi Sinjai diukur sejak berdirinya pemerintahan De Afdeeling Sinjai pada tanggal 15 November 1861.

Adapun kata Sijai’ yang diambil dari kalimat “Passijai Singkerru’na Lamatti Tondong Bulo – Bulo” yang kerap didengungkan sebagai asal mula kata Sinjai. Bagi saya jauh dari kebenaran sejarah dan terkesan dipaksakan.

Sedikit lebih logis kalau nama Sinjai lahir dari kata Makassar yang berarti “Sama Banyak”, tentu bisa lebih dipertanggung jawabkan.

Namun jika ingin dipersepsikan lagi kalau Sanjai itu lahir untuk membandingkan jumlah penduduk antara Gowa dan Sanjai ketika itu, jelas akan terbantahkan lagi secara data. Sebab beberapa Peta-Peta terdahulu sudah menuliskan bahwa Peradaban Gowa serta jumlah kampung maupun penduduk jauh lebih padat dibandingkan Sinjai.

Penulis merupakan salah satu pengiat budaya, isi artikel ini diluar tanggung jawab redaksi