Opini

OPINI: Khilafah dalam Perspektif Al-Qur’an

×

OPINI: Khilafah dalam Perspektif Al-Qur’an

Sebarkan artikel ini

OPINI, Suara Jelata— Pendahuluan

Khilafah merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang pernah eksis dalam lintasan sejarah dan peradaban umat Islam di dunia. Allah dan rasul-Nya tidak menyebutkan secara langsung model pemerintahan yang harus dibentuk oleh umat Islam.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Bahkan setelah Rasullullah wafat, umat Islam di Madinah saat itu hanya berijtihad sendiri dalam menentukan siapa yang akan menggantikan jabatan nabi Muhammad sebagai kepala negara Madinah, termasuk jabatan spiritual non kerasulan yang diembannya.

Namun demikian, dalam Al-Qur’an dan al-hadits ditemukan sejumlah sebutan bagi pemimpin seperti khalifah, malik, wali, shultan, ulil amri, imam, ra’in dan amir. Dalam al-hadits sendiri, Rasullullah menyebutkan secara jelas tentang batasan ketaatan kepada pemimpin, tanggung jawab dan fungsi pemimpin serta kewajiban rakyat terhadap pemimpin.

Tulisan ini mengkaji hal-hal tersebut melalui analisis isi, terutama terhadap teks-teks tentang kepemimpinan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan al-hadits.

Pembahasan
Siapa bilang tidak ada khilafah di dalam Al-Qur’an? Pasti yang bilang begitu tidak pernah baca Al-Quran.
Coba buka surat Al-Baqarah ayat 30. Disitu jelas sekali ada kata khalifah.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. (QS. Al-Baqarah : 30)

Jadi jelas ya, bahwa mereka yang bilang bahwa di dalam Al-Quran tidak ada khalifah itu keliru sekali, harus banyak-banyak baca Al-Qur’an, biar tidak keliru bikin stateman.

Tapi apa cuma satu ayat saja kah Al-Qur’an bicara khalifah?
Oh, tentu saja masih ada lagi kata khalifah di dalam Al-Quran. Silahkan buka surat Shaad ayat 26 :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, (QS. Shad : 26)

“Sepanjang sejarah, ayat-ayat Al-Qur’an tidak pernah sepi dari klaim begitu banyak kalangan yang punya ‘kepentingan’. Ayat-ayat itu lantas dikait-kaitkan, dihubung-hubungkan, atau bahasa kasarnya, diplintir sedemikian rupa, biar seolah-olah bisa dijadikan tameng atau argumen yang bisa membenarkan kemauannya.”

Nah, mau lari kemana lagi? Jelas-jelas di dalam Al-Quran ada disebutkan tentang khalifah. Mengingkari satu ayat Al-Qur’an sama seja dengan mengingkari semuanya. Dan ingkar kepada Al-Qur’an berarti kafir, keluar dari agama Islam. Hati-hati ya.

Masih belum yakin? Coba buka lagi Al-Quran-nya. Sekarang Surat An-Nuur ayat 55 :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. (QS. An-Nur : 55)

Sudah cukup tiga ayat itu saja sebagai bukti bahwa khilafah itu jelas-jelas disebutkan di dalam Al-Qur’an, kitab suci yang mulia.

Jadi kalau ada orang masih ragu-ragu, silahkan dibuka lagi Al-Qur’an-nya. Jangan ngaku-ngaku muslim kalau tidak percaya kepada Al-Qur’an.

Tidak ada yang salah dengan semua pernyataan di atas. Benar sekali bahwa kata khalifah itu terdapat di dalam Al-Quran, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.

Malah bukan hanya tiga ayat di atas, masih ada lagi bentukan dari khalifah, misalnya kata khilafat diturunkan dari kata khalafa, yang berarti seseorang yang menggantikan orang lain sebagai pengantinya. Seperti Musa berkata kepada saudaranya yaitu Harun :

وَقَالَ مُوْسٰى لِاَخِيْهِ هٰرُوْنَ اخْلُفْنِيْ فِيْ قَوْمِيْ وَاَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيْلَ الْمُفْسِدِيْنَ

Artinya: dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku…”. (QS. Al-A’raf {7}: 142).

Istilah khilafah adalah sebutan untuk masa pemerintahan khilafah. Dalam sejarah, khilafah sebutan bagi suatu pemerintahan pada masa tertentu, seperti khilafah Abu Bakar, khilafah Umar bin Khattab, dan seterusnya untuk melaksanakan wewenang yang diamanahkan kepada mereka.

Dalam konteks ini, kata khilafat bisa mempunyai arti sekunder atau arti bebas, yaitu pemerintahan atau institusi pemerintahan dalam sejarah Islam.

Kata Khilafat analog pula dengan kata Imamat yang berarti keimaman, kepemimpinan, pemerintahan dan dengan kata Imarat yang berarti keamiran, pemerintahan.

Sampai disini, saya yakin sekali tidak ada seorang pun yang menolak atau mengingkari keberadaan kata khalifah atau khualfa’ di dalam Al-Quran.
Tetapi,

Pertama
Ketika Al-Qur’an menyebut kata khalifah di tiga ayat pertama, dan kata khulafa’ di 3 ayat berikutnya, apakah maksudnya merupakan perintah untuk mendirikan negara dengan nama resmi ‘KHILAFAH’ sepeninggal Rasulullah SAW?

Apakah tiga ayat itu merupakan pertintah kepada para shahabat untuk mengangkat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali sebagai khalifah?
Jujur saja, jawabnya ternyata tidak. Ayat-ayat di atas sama sekali bukan ayat yang mengandung perintah apapun.

Bukan perintah untuk mendirikan negara, dan bukan pula perintah kepada 4 orang shahabat untuk jadi khalifahnya.

Kita tidak mengingkari kenyataan bahwa keempat shahabat itu merupakan khalifah atau khulafaurr-rasyidun. Tapi landasannya sama sekali bukan ayat-ayat Al-Qur’an di atas. Landasannya pakai dalil yang lain.

Kedua
Apakah tiga ayat plus tiga ayat lagi merupakan perintah kepada keluarga Bani Umayah untuk mendirikan negara dengan nama resmi Khilafah Bani Umayah yang pusat pemerintahannya di Damaskus Suriah?

Jawabnya lagi-lagi tidak. Tidak ada hubungannya antara ayat-ayat di atas dengan pendirian khilafah Bani Umayah. Kita tidak memungkiri keberadaan Khilafah Bani Umayah dalam sejarah. Namun landasan pendiriannya sama sekali tidak ada kaitannya dengan ayat-ayat yang sedang kita bicarakan di atas.

Ketiga
Apakah ayat-ayat tentang khilfah di atas merupakan perintah kepada anak keturunan Bani Abasiyah untuk mendirikan negara Islam yang pusat pemerintahannya di Baghdad dengan nama resmi KHILAFAH BANI ABASIYAH?
Jujur saja, jawabannya tidak ada kaitannya. Ayat-ayat di atas tidak ada hubungannya dengan Bani Abasiyah yang berakhir tahun 1258 M di tangan tentara Mongol.

Keempat
Apakah ayat-ayat di atas merupakan perintah kepada Bani Utsmaniyah untuk mendirikan negara dengan nama resmi Khilfah Bani Utsmaniyah? Dengan ibu kota di Konstantinopel yang kemudian namanya diubah menjadi Istanbul?

Lagi-lagi kita jujur saja bahwa tidak ada satu pun kitab tafsir baik corak bil ma’tsur atau pun bir-ra’yi yang mengaitkan ayat-ayat di atas dengan perintah untuk mendirikan kilafah Turki Utsmani.

Kalau berdirinya keempat khilafah islamiyah sepanjang sejarah itu tidak ada kaitannya dengan ayat-ayat di atas, bagaimana mungkin hari ini mau dihubung-hubungkan dengan khilafah lagi yang masih di alam imaginer itu?

Kesimpulan :
Sepanjang sejarah, ayat-ayat Al-Qur’an tidak pernah sepi dari klaim begitu banyak kalangan yang punya ‘kepentingan’. Ayat-ayat itu lantas dikait-kaitkan, dihubung-hubungkan, atau bahasa kasarnya, diplintir sedemikian rupa, biar seolah-olah bisa dijadikan tameng atau argumen yang bisa membenarkan kemauannya.

Korbannya yang paling depan adalah kalangan awam, yang tidak paham Al-Qur’an, dan tidak mengerti asbabun nuzul, munasabah, siyaq, serta ‘urf kebahasaan pada saat Al-Qur’an diturunkan.

Penulis : Ilham, Mahasiswa IAIM Sinjai