LifestyleOpini

Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Etika

×

Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Etika

Sebarkan artikel ini
Andi Sakurawati- Pelayanan kesehatan. (foto: Redaksi)

Suara JelataEtika kesehatan merupakan landasan penting dalam praktik medis yang membimbing dan mengarahkan tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya dengan profesionalisme, integritas, dan berorientasi pada kepentingan pasien. Seiring dengan zaman digital saat ini, kemajuan teknologi dan meningkatnya kompleksitas sistem kesehatan, tantangan yang dihadapi tenaga medis semakin beragam, terutama dalam hal pengambilan keputusan, komunikasi yang efektif dengan pasien, serta perlindungan hak-hak individu. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip etika kesehatan seperti autonomi, beneficence, non-maleficence, dan justice sangat penting untuk memastikan keseimbangan antara intervensi medis dan hak pasien.

Pelayanan kesehatan yang berlandaskan etika tidak hanya menuntut kepatuhan terhadap regulasi ataupun aturan yang berlaku, tetapi juga akan mengedepankan nilai-nilai fundamental seperti keadilan, transparansi, serta tanggung jawab moral dan professional tenaga kesehatan. Aspek-aspek penting seperti persetujuan yang diberikan secara sukarela oleh pasien, perlindungan terhadap kerahasiaan informasi medis, serta keterbukaan dalam menyampaikan informasi kesehatan harus diimplementasikan dengan konsisten agar masyarakat dapat mempercayai institusi kesehatan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Dengan meningkatnya kesadaran pasien ataupun masyarakat akan hak-hak mereka dalam memperoleh layanan kesehatan yang berkualitas, serta berkembangnya regulasi yang lebih ketat, tenaga medis dituntut untuk terus beradaptasi dengan standar etika yang semakin tinggi. Penerapan etika dalam setiap aspek pelayanan kesehatan tidak hanya meningkatkan kualitas layanan, tetapi juga memperkuat hubungan antara pasien dan tenaga medis, membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, adil, dan berkelanjutan.

Terdapat prinsip-prinsip etika kesehatan yang menjadi dasar bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Dengan menerapkan etika kesehatan dalam praktik sehari-hari dipelayanan kesehatan, tenaga medis dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, adil, dan tentunya sesuai dengan hak-hak pasien.

1. Prinsip-Prinsip Etika Kesehatan

Salah satu prinsip utama dalam etika kesehatan adalah autonomi, yang memberi penekanan akan pentingnya menghormati hak pasien dalam membuat keputusan tentang kesehatannya sendiri. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan tindakan medis yang akan diterima atau ditolak berdasarkan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Prinsip ini menegaskan bahwa pasien bukan sekadar objek perawatan medis, melainkan subjek yang memiliki hak atas tubuh dan kesehatannya.

Selain prinsip autonomi, terdapat juga prinsip beneficence yang menjadi dasar dalam etika kesehatan. Beneficence mengacu pada kewajiban tenaga kesehatan untuk berbuat baik dan memberikan manfaat bagi pasien. Dalam praktiknya, tenaga medis harus selalu berupaya memberikan perawatan terbaik yang dapat meningkatkan kesejahteraan pasien, baik secara fisik maupun psikologis. Namun, beneficence harus selalu diimbangi dengan prinsip non-maleficence, yaitu prinsip untuk tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan pasien. Prinsip ini mengharuskan tenaga kesehatan untuk selalu mempertimbangkan risiko dan manfaat dalam setiap tindakan medis yang diambil.

Prinsip berikutnya dalam etika kesehatan adalah justice, yang menuntut adanya keadilan dalam pelayanan kesehatan. Justice dalam konteks ini berarti bahwa setiap pasien harus mendapatkan pelayanan yang adil, setara, dan tidak diskriminatif, terlepas dari status sosial, ekonomi, ras, atau agama. Prinsip ini sangat penting dalam mencegah terjadinya diskriminasi atau ketidakadilan dalam akses layanan kesehatan, terutama bagi kelompok yang kurang mampu atau rentan.

2. Asas-Asas Etika Kesehatan

Selain prinsip-prinsip etika, terdapat pula asas-asas etika kesehatan yang menjadi pedoman dalam praktik medis. Adapun beberapa asas yang perlu diketahui yaitu pertama asas kesukarelaan. Asas ini merupakan salah satu asas utama yang menyatakan bahwa pasien harus memberikan persetujuan yang sukarela sebelum menjalani tindakan medis. Persetujuan ini, yang dikenal sebagai informed consent, hanya dapat diberikan setelah pasien memperoleh informasi yang cukup mengenai diagnosis, prosedur medis, serta risiko dan manfaat dari tindakan yang akan dilakukan. Kesukarelaan ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menentukan pilihan medisnya sendiri tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.

Selain itu, yang juga tidak kalah pentingnya yaitu asas kerahasiaan menjadi elemen krusial dalam etika kesehatan. Informasi medis pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh tenaga kesehatan, kecuali jika terdapat kondisi tertentu yang mengharuskan informasi tersebut dibuka, misalnya dalam kasus penyakit menular yang membahayakan masyarakat luas. Menjaga kerahasiaan pasien adalah bentuk penghormatan terhadap privasi dan martabat individu, yang sekaligus dapat meningkatkan kepercayaan pasien terhadap sistem pelayanan kesehatan.

Asas berikutnya adalah asas keterbukaan, asas ini penting karena menuntut tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang jelas, akurat, dan dapat dipahami oleh pasien. Keterbukaan ini mencakup penjelasan tentang kondisi kesehatan pasien, rencana pengobatan, serta risiko yang mungkin terjadi. Asas keterbukaan mendukung prinsip autonomi karena memungkinkan pasien untuk mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pemahaman yang baik mengenai kondisinya.

3. Etika Kesehatan dalam Praktik

Pelaksanaan etika kesehatan dalam praktik medis memerlukan komitmen dari tenaga kesehatan untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip dan asas-asas etika yang telah disebutkan. Salah satu aspek utama dalam penerapan etika kesehatan adalah pengambilan keputusan. Tenaga kesehatan harus membuat keputusan yang didasarkan pada pertimbangan etis yang matang, dengan mempertimbangkan kesejahteraan pasien serta keadilan dalam distribusi sumber daya medis. Pengambilan keputusan yang baik harus melibatkan berbagai aspek, termasuk rekomendasi medis, nilai-nilai budaya pasien, serta hukum dan regulasi yang berlaku.

Selain pengambilan keputusan, aspek komunikasi juga memainkan peran penting dalam praktik etika kesehatan. Komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien dapat meningkatkan pemahaman pasien terhadap kondisi kesehatannya serta membangun hubungan saling percaya. Tenaga kesehatan harus mampu menyampaikan informasi dengan bahasa yang mudah dipahami, bersikap empatik, serta memberikan kesempatan bagi pasien untuk mengajukan pertanyaan atau menyampaikan kekhawatiran mereka.

Terakhir, penghormatan terhadap pasien menjadi aspek yang tidak kalah penting dalam etika kesehatan. Tenaga kesehatan harus memperlakukan pasien dengan penuh hormat, memperhatikan kebutuhan emosional dan psikologis mereka, serta tidak melakukan tindakan yang dapat merendahkan martabat pasien. Penghormatan terhadap pasien mencerminkan profesionalisme tenaga kesehatan dan dapat meningkatkan kualitas pengalaman pasien dalam menerima layanan medis.

4. Ilustrasi Kasus di Maluku Utara

Sebagai contoh ilustrasi sebuah kasus, seorang pasien berinisial Ny. A, yang sedang hamil 6 bulan  datang ke salah satu puskesmas perawatan yang ada di wilayah Provinsi Maluku Utara dengan keluhan diare yang berulang, berlangsung kronik dan semakin parah. Yang bersangkutan  berprofesi sebagai seorang ibu  rumah tangga,  awalnya enggan memeriksakan diri karena takut dengan biaya yang mahal dan prosedur yang sulit. Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan tentang program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat kurang mampu, ia akhirnya menyatakan setuju untuk menjalani pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.

Dalam proses pemeriksaan kesehatan, tenaga medis dengan lugas  dan rinci menjelaskan kondisi yang bersangkutan, memberikan informasi mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan, serta apa saja risiko dan manfaat dari setiap tindakan medis yang akan dilaksanakan. Pasien  diberikan kebebasan untuk menyetujui atau menolak tindakan medis sesuai dengan prinsip autonomi. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter selanjutnya menganjurkan rawat inap untuk pemantauan lebih lanjut. Pasien setuju setelah sebelumnya mendapatkan informasi yang transparan mengenai kondisinya.

Selama masa perawatannya, dan setelah dilakukan berbagai pemeriksaan ternyata yang bersangkutan menderita penyakit HIV-AIDS. Sesuai dengan standar pelayanan prosedur yang ditetapkan oleh pihak menajemen puskesmas, tenaga kesehatan di puskesmas menjaga kerahasiaan data medis pasien tersebut dan memberikan layanan prima yang setara tanpa memandang status ekonominya maupun latar belakangnya. Kasus ini menunjukkan bagaimana prinsip etika kesehatan diterapkan dalam dunia nyata, memastikan setiap pasien menerima layanan yang manusiawi, adil, dan berkualitas.

Sesuai pembahasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa etika kesehatan merupakan landasan utama dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berorientasi pada kepentingan pasien. Prinsip-prinsip etika seperti autonomi, beneficence, non-maleficence, dan justice harus selalu diintegrasikan dalam praktik medis, didukung oleh asas-asas etika seperti kesukarelaan, kerahasiaan, dan keterbukaan. Selain itu, penerapan etika dalam praktik sehari-hari melalui pengambilan keputusan yang etis, komunikasi yang efektif, dan penghormatan terhadap pasien sangat penting untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan layanan kesehatan yang bermartabat dan adil.

Dengan memprioritaskan serta mengutamakan etika kesehatan, tenaga medis tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan, tetapi juga sudah membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan etika bagi tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan agar prinsip-prinsip etika dapat diterapkan secara konsisten dalam setiap aspek pelayanan medis. Dengan demikian, pelayanan kesehatan yang etis dan berkualitas dapat terwujud, memberikan manfaat yang maksimal bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan dan berkeadilan. Dan kondisi ini telah diterapkan sesuai dengan protap tatalaksana skrining ibu hamil dalam upaya triple eliminasi terhadap penyakit HIV AIDS, Syphilis dan Hepatitis B di semua fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi Maluku Utara. (*)

Penulis:
dr. Andi Sakurawati, M.M.Kes

Mahasiswa Program Doktor
FKM Universitas Hasanuddin-Makassar