OPINI, Suara Jelata—Malino adalah salah satu kelurahan yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Gowa, tepatnya di kecamatan Tinggimoncong. Berjarak 90 KM dari kota Makassar, Malino bisa ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam berkendara.
Malino selain dikenal dengan suhu dinginnya, juga dikenal sebagai daerah wisata alam yang memiliki daya tarik di berbagai objek wisatanya. Air terjun, Kebun Teh (Malino Highland), Hutan Pinus, Gunung Bawakaraeng, dan lain-lain adalah ciri khas wisata di tempat ini.
Oleh-oleh khas Malino juga tidak luput dari daya tarik daerah berjuluk Kota Bunga ini. Oleh-oleh seperti buah Markisa, Tenteng, Dodol Ketan, serta berbagai jenis sayuran dihasilkan daerah yang pernah menjadi lokasi Konferensi yang membahas tentang gagasan berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1946 silam.
Pemerintah Kabupaten Gowa terus mengembangkan potensi wisata di Kota Malino. Salah satunya dengan menggelar event Beatiful Malino yang diselenggarakan perdana 2017 lalu.
Tahun ini event tersebut kembali digelar untuk ketiga kalinya, tepatnya pada 12-14 Juli 2019 dengan nuansa ‘Romantic’.
Kegiatan tersebut dikonsep dengan sangat mewah dengan berbagai rangkaian acara di dalamnya. Termasuk mendatangkan artis dan band ternama seperti Gigi Band dan Andmesh Kamaleng.
Kegiatan tersebut tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Hal tersebut tak lain untuk menggenjot potensi wisata yang ada di Malino agar perekonomian masyarakat di wilayah tersebut semakin membaik.
Lalu, ada apa di belakang layar Beatiful Malino??
Ketika berkunjung ke Kota Malino, mayoritas pengunjung hanya mendatangi beberapa destinasi wisata yang ada disana.
Paling dekat adalah Hutan Pinus Malino dan paling jauh Kebun Teh (Malino Highland) atau Pinus Lembanna, sehingga wajar ketika para pengunjung (masih) menganggap keseluruhan Malino dan sekitarnya adalah kota yang indah.
Namun apabila para wisatawan melewati destinasi wisata Pinus Lembanna kurang lebih 3 kilometer hingga masuk ke sebagian wilayah Kecamatan Tombolopao, mereka pasti akan mulai menjumpai hal yang akan membuat mereka kurang ‘percaya diri’ mengatakan Malino Is Beautiful.
Ada kondisi lain yang akan kita jumpai. Kondisi infrastruktur jalan sangatlah memprihatinkan sebagai jalan provinsi yang menghubungkan antara Kabupaten Gowa dengan Kabupaten Sinjai.
Banyaknya jalan berlubang sepanjang kurang lebih 2 KM dan kurangnya lampu penerangan jalan di malam hari adalah penyebabnya.
Kondisi jalan penghubung 2 kabupaten ini semakin buruk setahun terakhir. Beberapa tindakan solutif dilakukan oleh masyarakat dengan menambal lubang-lubang tersebut dengan swadaya dan gotong royong.
Akan tetapi, kerusakan jalan tidak bisa ditanggulangi dan semakin parah selepas musim hujan hingga saat ini.
Perlu diingat pula bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Gowa dengan Kabupaten Sinjai bukan berada di Kecamatan Tinggimoncong, tetapi berada di salah satu daerah penyuplai hasil pertanian terbesar di Kabupaten Gowa yaitu Kecamatan Tombolopao.
Akses jalan yang rusak tentu akan menghambat distribusi bahan-bahan ataupun hasil-hasil pertanian ke pusat Kota Kabupaten ataupun daerah lainnya.
Dari kondisi tersebut, stabilitas perekonomian masyarakat akan terganggu karena akan memakan waktu tempuh yang lebih lama. Hal tersebut sudah banyak dikeluhkan oleh masyarakat setempat dan bergulir sudah cukup lama.
Dengan demikian, kami berharap akses yang menghubungkan Kecamatan Tinggimoncong dengan Kecamatan Tombolopao sudah seharusnya menjadi perhatian serius pihak-pihak terkait.
Mengingat daerah teritorial Kabupaten Gowa cukup luas untuk dikelola dan diberdayakan secara merata untuk kelangsungan kesejahteraan hidup masyarakat.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan berpengaruh signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat yang merasakan langsung dampak dari situasi tersebut.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, akan mempengaruhi sikap masyarakat pada Pilkada 2020 mendatang di Kabupaten Gowa.
Penulis: Betok
– Tulisan tersebut adalah tanggung jawab penuh penulis