Suara Jelata – Libur Natal tahun ini dan menjelang tahun baru berdasarkan pemantauan dari Kementerian Pariwisata jumlah pergerakan masyarakat diprediksi mencapai 110,67 juta. Pergerakan wisatawan terutama untuk periode puncak yakni 21 sampai 24 Desember, 28 hingga 31 Desember 2024, dan 2 hingga 5 Januari 2025 (https://www.kemenparekraf.go.id).
Beberapa DTW (Daya Tarik Wisata) yang diperkirakan akan menjadi destinasi utama selama liburan Nataru (Natal dan Tahun Baru) di Jawa Tengah meliputi tempat-tempat wisata yang memiliki nilai sejarah dan budaya, seperti Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Candi Prambanan di Klaten, Kawasan Dieng di Banjarnegara dan Wonosobo, serta Kawasan Kota Lama Semarang. Menyikapi lonjakan pariwisata sebesar itu, pihak-pihak terkait perlu untuk segera berbenah diri dan menguatkan kerjasama lintas sektoral agar liburan nataru tersebut berjalan lancar dan destinasi wisata yang dikunjungi wisatawan juga kondusif.
Sebagaimana diketahui publik, selama ini sektor pariwisata memang memiliki dampak positif dan signifikan yang dirasakan oleh masyaarkat, baik tingkat pengusaha, pelaku, maupun pemerintah. Adapun keuntungan yang telah dirasakan di antaranya industri pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha baru.
Di samping itu, masyarakat dapat mengelola tempat dan bisnis lainnya mulai dari skala yang paling kecil. Sedangkan di pedesaan terjadi perubahan ekonomi yang awalnya dikelola secara tradisional menjadi perekonomian modern.Dari pihak pemerintah mendapatkan kontribusi dari pemasukan pajak yang dapat mendongkrak pembangunan berkelanjutan di daerah.
Dari berbagai kajian penelitian menegaskan bahwa pariwisata dapat menjadi sumber utama pendapatan masyarakat atau menjadi pemantik kegiatan yang menarik bagi pengembangan sektor lain, sehingga kegiatan ekonomi lainnya juga terfasilitasi. Produk pariwisata merupakan mata rantai dari serangkaian komponen yang satu sama lain saling berkelindan.
Pengelolaan berkelanjutan
Menyikapi mulai menggeliatnya industri pariwisata, kiranya perlu dipikirkan untuk mengoptimalkan daya tarik wisata sebagai suatu destinasi andalan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Daya Tarik Wisata (DTW) adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Untuk dapat menjadikan destinasi wisata sebagai minat utama yang selalu dikunjungi wisatawan, kiranya diperluakan strategi pengelolaan pariwisata secara berkelanjutan. Implikasinya tak lain adalah pengelolan pembangunan yang menjamin bahwa keuntungan yang optimal akan diperoleh secara berkelanjutan, hanya dapat diwujudkan dengan pendekatan yang bersifat komprehensip dan terintegrasi. Untuk itu, pembangunan kepariwisataan perlu menganut prinsip keterpaduan mutual yang saling menguntungkan.
Artinya, prinsip tersebut harus dapat menyebabkan wisatawan kembali ke rumah dengan membawa memori yang indah tentang destinasi pariwisata atau daya tarik wisata karena telah memberikan kenangan manis untuk wisatawan dan mengajarkan sesuatu yang berharga selama berkunjung. Suatu pantangan dalam pengembangan pariwisata adalah wisatawan merasa jera yang berakibat keengganan wisatawan untuk kembali (Arief Setijawan, 2018).
Timbulnya rasa jera paling sering disebabkan oleh ketidakjujuran pengelola termasuk masyarakat di lokasi pariwisata. Sejelek apapun kondisi infrastruktur jika disampaikan sejak awal dengan jujur tidak akan berdampak pada rasa senang atau puas, hal ini terutama untuk wisatawan dari negara maju. Mereka lebih siap dengan segala kondisi asalkan sudah disampaikan diawal. Misalnya kondisi tidak ada penginapan atau jembatan yang terputus dan kemudian diganti dengan jembatan darurat malah akan jadi atraksi tersendiri bagi mereka.
Kondisinya akan bertolak belakang jika tidak jujur dalam menyampaikan kondisi objek wisata, meski infrastruktur pendukungnya sudah lengkap dan bagus. Semisal, harga yang sebenarnya dinaikkan secara sepihak beberapa kali, mungkin dari sisi nilai uangnya tidak seberapa tapi hal semacam ini akan menjadikan mereka jera dan akan berakibat fatal pada keberlanjutan pengembangan kawasan wisata yang dimaksud. Promosi dari mulut ke mulut karena merasa senang dan puas akan lebih berhasil secara efektif.
Partisipasi masyarakat
Pada prinsipnya pengembangan pariwisata berkelanjutan akan berjalan optimal apabila memfokuskan pada konsep pariwisata berbasis masyarakat. Implikasi dari pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna mencapai tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pembagian manfaat pariwisata. Partisipasi dalam pengambilan keputusan berarti masyarakat mempunyai kesempatan untuk menyuarakan harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari pembangunan pariwisata, yang selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses perencanaan pariwisata. Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata mengandung pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan keterkaitan dengan sektor lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi pariwisata seharusnya mampu menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan berusaha dan mendapatkan pelatihan serta pendidikan bagi masyarakat agar mengetahui manfaat pariwisata.
Pelibatan masyarakat terutama disekitar lokasi destinasi wisata secara utuh dan menyeluruh dari awal perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan akan memberikan dampak yang sangat positif terutama peningkatan kesadaran wisata pada tataran masyarakat. Masyarakat sadar wisata merupakan tulang punggung dan ujung tombak pengembangan pariwisata berbasis masayarakat.
Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) berkaitan dengan pariwisata sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesadaran wisata bagi masyarakat yang berkonsekuensi pada kesejahteraan dan pelayanan optimal yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. (*)
Penulis:
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang
Alumnus ISI Yogyakarta dan Magister Pendidikan UST Yogyakarta